Setelah kami pulang sekolah …
Gawat! Avie-senpai menerima SMS dari Ayumi lewat hanphone Nexian TV miliknya, isinya sungguh menyakitkan hatinya. Dia berusaha sabar karena dia adalah seorang yang bijak dan mau menjaga nasihat dari semua orang.

Karena mulai beberapa hari yang lalu adalah sesi pergantian musim dari musim panas ke musim gugur, udara pun setengah panas dan setengah dingin. Avie-senpai ingin mencuci matanya dengan merasakan udara yang sejuk dalam sesi pergantian musim, tetapi handphone miliknya tetap dipegang untuk membalas SMS tersebut. Sinar matahari pada sore ini sangat menurun dalam sesi pergantian musim tahun ini, jadi sangat pas untuknya agar bisa berjemur lagi. Buku yang dibawanya selalu dibaca, lalu dia membaca SMS yang barusan dia dapatkan.
Tahu nggak sih? JKT*0075* Generasi Kedua telah kami hancurkan dengan tangan kami sendiri!
Masya Allah … gumam Avie-senpai dalam hati, kemudian dia membalasnya.
Dia nggak sendirian, dia masih bisa bertemu dengan sahabat-sahabatnya. Kalian sendiri yang salah dan sebenarnya kalian iri atau bukan?
Setahuku, dia sangat mengkhawatirkan Generasi Kedua 0075. Menurut Avie-senpai, kebohongan atau fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Halaman demi halaman yang dia baca, buku yang dia baca adalah sebuah novel tentang kisah nyata seorang remaja yang bernama Minamikawa Kanako. Remaja itu berkebutuhan khusus dengan diagnosa Autis seperti dirinya, tetapi banyak sekali kelebihan di tengah ejekan teman-temannya. Dia adalah seorang murid baru di sebuah SMP di Hokkaido setelah lulus dari sebuah SD luar biasa yang tepat berada di situ juga. Dia hanya memiliki enam orang sahabat yang selalu setia menemaninya, menghiburnya, dan menasihatinya apapun yang terjadi.
Nama mereka adalah Tomomi, Shizumi, Kanae, Aki, Risa, dan Minami. Tiga dari mereka sama-sama memiliki yayasan untuk orang-orang yang berkebutuhan khusus. Kemudian, Kanako bertemu dengan seorang siswa yang senasib dengannya, Yuuya dan menyukainya secara rahasia. Kisah persahabatan ini harus menjadi contoh untuk semua orang agar bisa menghargai kelebihan dan kekurangan teman maupun sahabat. Apalagi dalam menyelesaikan masalah kami, dia harus tegar.
Saat dia diejek, dia tidak menghiraukan para musuh terbesarnya. Yuuya pun begitu, dia menyimpan rahasia itu dan memberi kepercayaan kepada sahabatnya, Masao untuk menjaga rahasia tersebut. Aku sudah membacanya lewat E-Book dan ceritanya sangat menyentuh hatiku. Pasti akhir ceritanya sangat mengharukan dan menyentuh, pastinya Kanako dan Minami akan bersama dalam satu SMA serta Kanako sering menjadi murid berprestasi dalam setiap kelas. Lebih menyedihkan lagi, Masao divonis terkena leukemia ketika pingsan saat mengerjakan kegiatan terakhir kelas IX. Dua minggu kemudian di rumah sakit, Masao meninggal dan Yuuya harus merelakan kehilangan sahabatnya.
Avie-senpai baru membaca sampai bagian Yuuya bertemu dengan Kanako karena novel tersebut berjumlah 190 halaman tebalnya. Setahu dirinya, dia bisa mengungkapkan rahasia tersebut pada orang-orang yang bisa dia percayakan. Rumahnya tidak tingkat, tetapi lumayan untuk berjemur di bawah matahari meskipun menjelang musim gugur. Masalah itu menghayati adegan persahabatan Kanako dan keenam sahabat dekatnya, tetapi masalahku lebih heboh lagi.
Jam telah menunjukkan pukul 16.38 sore, dia segera mandi atau badannya tetap bau. Setelah mandi, dia menyelesaikan PR-nya sekaligus mengulang pelajaran yang tadi dan mempersiapkan buku-buku untuk besok. Saat adzan Maghrib berkumandang, dia bersama keluarganya langsung melaksanakan ibadah Sholat Maghrib. Sementara itu di rumahku, aku selalu teringat terhadap kebaikan Avie-senpai ketika aku tertidur.
Karena dia sedang diet karena berat badannya yang semakin bertambah, dia memutuskan untuk makan malam dengan porsi kecil. Setelah makan malam, dia bersama keluarganya segera melaksanakan Sholat Isya dan setelah itu mereka tidur. Dalam tidurnya, Avie-senpai berharap agar masalahku cepat selesai. Mungkin, dia akan bangun untuk melaksanakan Sholat Malam. Dia ingin berdoa untuk meminta kemudahan dalam menuntut ilmu di tengah terlibatnya 0075 dalam masalah.
Selasa, 18 September 2012, 01.59:
“Bapak, Ibu … bangun! Tahajjud,” seru Avie-senpai sambil membangunkan kedua orangtuanya.
“Nee-san … Ibu masih mengantuk, kamu wudhu duluan saja …,” kata ibunya, Endah Murtiningrum-san.
“Baiklah, nee-san …,” kata Widodo-san.
Setelah semuanya bangun, mereka melaksanakan sholat tahajjud secara berjama’ah dan diakhiri dengan witir tiga raka’at. Mereka sholat dengan jumlah 8 raka’at agar mereka bisa tidur lagi. Avie-senpai membutuhkan waktu 3 menit untuk berdoa, dalam doanya dia berharap untuk memberi jalan penyelesaian masalah ini.
Ya Allah … bantulah Hamba-Mu ini untuk menyelesaikan masalah yang makin parah, lapangkan dadaku, dan ampunilah mereka. Tunjukkilah mereka jalan yang benar, agar Hamba-Mu bisa menyelesaikan masalah ini. Ya Allah, Ya Rabbii … bantulah Hamba-Mu …. Ampunilah dosaku, dosa orangtuaku, dan dosa Hamba-Hamba-Mu yang lainnya … dalam doanya Avie-senpai terus berharap dalam hatinya hingga sadar bahwa setelah itu dia tertidur.
Setelah adzan Subuh berkumandang dan terdengar sampai ke lingkungan rumahnya, dia terbangun dan langsung berwudhu. Mereka langsung mengerjakan Sholat Subuh berjama’ah, setelah itu mereka langsung beraktifitas. Satu setengah jam kemudian, Avie-senpai dengan Arwen-kouhai segera berangkat ke sekolah dengan diantar oleh Widodo-san. Sesampainya di sekolah, dia bertemu denganku dan Asami sambil mengobrol tentang soal kemarin. Tampaknya, wajahku masih saja murung gara-gara insiden kemarin. Ketika bel berbunyi, semua masuk ke dalam kelas masing-masing.
Kami segera mengikuti pelajaran hari ini dengan sempurna tanpa ada halangan, tetapi sekarang Fuji tidak masuk karena mengalami demam tinggi. Perasaanku tambah tidak enak, apalagi tanpa Fuji. Aku dan Ruu-chan membicarakan masalah yang kemarin ketika kami mengobrol saat tidak ada guru. Sementara itu di kelas VIII Muslimah, pelajaran Bahasa Arab berlangsung dengan lancar dan PR mereka sudah dikerjakan semua. Saat pengumuman nilai ulangan yang telah terlaksanakan sejak minggu kemarin, tidak ada satupun siswi yang remedial. Setelah pelajaran Bahasa Arab selesai, Avie-senpai ditemani Jessima-senpai segera mencari dan memanggil Mizusawa Muhammad Hiromu-sensei yang merupakan guru Bahasa Jepang kelas Muslim dan Muslimah.
“Assalamu’alaikum, selamat pagi …,” seru Avie-senpai.
“Wa’alaikumsalam … Rushina-san dan Pratiwi-san!” kata Mizusawa-sensei sambil mengambil perlengkapan untuk mengajar di kelas mereka.
“Hari ini ada jadwal untuk Bapak,” kata Jessima-senpai.
“Oh iya … tampaknya saya sampai teringat bel gara-gara saya dipanggil oleh Panitia Lomba Dance Cover,” kata Mizusawa-sensei.
“Masalah apa?” tanya Jessima-senpai sambil berjalan bersama mereka ke kelas.
“Masalah yang kemarin, seharusnya kelas VII-5 sempurna tetapi ada yang menggugat keputusan anggota kelompok. Kemudian, panitia menyerah dan langsung melaksanakannya. Sangat dikasihani untuk Generasi Kedua kelompok persahabatan oleh Rushina-san,” kata Mizusawa-sensei.
“Benar juga, kita harus menyelesaikannya,” kata Avie-senpai.
Kemudian, mereka semua masuk kedalam kelas. Pelajaran Bahasa Jepang dimulai dengan doa terlebih dahulu. Pelajaran di kelas tersebut tentang drama. Seru sekali, naskahnya sederhana saja dan dimainkan oleh semua yang dibagi enam orang. Avie-senpai kembali sekelompok dengan JKT*0075*. Oh iya, naskah tersebut dari buku pelajaran dan ada perintah untuk membuat kelompok 6 orang agar bisa memainkan drama dari naskah tersebut. Drama yang ditampilkan berjudul ‘Kebaikan dalam Sebuah Insiden’. Ceritanya tentang seorang anak yang terlibat sebagai korban dalam bullying. Kemudian dua orang sahabat yang termasuk kutu buku dan anggota Pramuka menolongnya tetapi pelakunya malah memaksa mereka untuk jangan menolong mereka.
Akhirnya, pelakunya sadar atas kesalahannya. Dia meminta maaf kepada korban insiden tersebut dan memutuskan untuk menjadi sahabat selamanya. Seru sekali hingga semua siswi Kelas VIII Muslimah tak bisa melupakan kenangan itu. PR kali ini adalah menjawab pertanyaan dalam soal halaman 25 di buku tulis. Sementara itu di kelasku, kebetulan sedang pelajaran BK. Aku mengadukan semua masalahku kepada Fujimura Nanao-sensei, guru BK kelas VII, tetapi Ayumi banyak menghalangiku dalam berbagai bagian pengaduan.
Semoga saja ini membuatku lega dengan solusi dari Fujimura-sensei. Asami setuju dengan apa yang aku katakan pada Fujimura-sensei. Fujimura-sensei adalah guru BK yang paling disukai oleh muridnya karena lebih enak untuk mengadu masalah kami. Dia mengetahui semua yang kami sukai, tetapi dia sering memberikan pengarahan yang hebat kepada kami. Dia tahu, aku dan Zakuro memang memiliki kesukaan yang berbeda dari mereka berempat, tetapi tetap saja mereka memaksa diriku.
Aku memang tak bisa membiarkan diriku agar bisa mengikuti paksaan itu, aku tak bisa menerima kejadian sebenarnya tanpa sahabatku. Ternyata, bersahabat bukan berarti bisa bersama tetapi harus menerima apa adanya. Meskipun aku tak mau mereka menjahiliku, aku harus berusaha untuk menerima apa adanya. Kemudian, bel menunjukkan waktu istirahat Sholat dan makan. Kami segera ke kafetaria sedangkan murid kelas Muslim serta Muslimah segera ke musholla untuk sholat kecuali siswi yang berhalangan. Tiba-tiba …
“Aduh!” seru Avie-senpai kesakitan ketika terjatuh.
“Ya Allah … lain kali kamu harus hati-hati, Avie-chan,” kata Arini-senpai.
“Terima kasih …,” kata Avie-senpai, “Aku bukannya terjatuh melainkan terpeleset kulit ini, aduh!”
“Masih sakit?” tanya Anis-senpai penuh kasihan.
“Pasti kulit pisang!” seru Jessima-senpai menghampiri mereka, “Kamu kan, ternyata juga ikut lomba Detektif Anak dan Remaja antar Pulau Honshu. Masukkan saja dalam ulah pelaku.”
“Baiklah! Aku akan melaporkan hal ini ke Arwen-kouhai!” seru Anis-senpai.
“Jangan dilapor kepada anak kecil itu, Senpai!” seru Ami menghalangi.
“Ami-kouhai! Awas kau!” seru Syatila-senpai.
Kaki kanan Avie-senpai terlihat sakit di bagian paha. Dia masih mampu berjalan dengan tenang dan kemudian mereka berenam segera ke musholla untuk sholat Zuhur. Ketika mereka sholat kecuali Anis-senpai yang segera ke kafetaria untuk makan siang. Kemudian, dia memutuskan untuk duduk di sebelahku.
“Kenapa lagi …?” tanya Anis-senpai.
“Aku mau mengadu kepada Fujimura-sensei, tetapi aku banyak dihalangi Ayumi agar tidak membicarakan masalah kelompok kepada siapa saja. Terus, aku ingin menamparnya tapi gagal … setelah itu aku disuruh berpura-pura tidak tahu oleh Eri …,” isakku.
“Terus, apa yang kamu lakukan pada saat itu?” tanya Anis-senpai.
“Aku mencoba untuk menasihati mereka agar tidak menggangguku dalam pengaduan masalah kepada BK. Lalu, mereka mengatakan dengan bawel bahwa mereka tak mau dijadikan gosip yang menyebar di sekolah ini …,” jawabku tersendat-sendat.
“Astaghfirullahal’adzim … mereka benar-benar menakutimu hal ini untuk dijadikan gosip …,” kata Anis-senpai.
“Benar, mereka memang begitu setelah keinginan mereka terkabulkan,” kataku.
Tiba-tiba, Tomoka datang sambil menguping pembicaraan kami. Dia menampar Anis-senpai ketika mengambil lembar penyelidikan. Betapa menyakitkan, dia menyuruh Anis-senpai untuk melihat kertas tersebut padahal dirahasiakan untuk lomba bulan November atau Desember nanti. Dia bersama Arwen-kouhai membuatnya karena menurut penilaian, akan diperiksa kelengkapan kasus yang diselidiki.
“Aduh, sakit! Jangan diambil!” omel Anis-senpai.
“Awas kau!” omelku.
“Cengeng, kan? Kamu berat banget kalau kerjasama dengan kita!” ejek Tomoka kepadaku, “*0075* Jelek!”
“Jelek apanya? Meskipun terbaik, kami juga manusia! Punya dosa dan salah!” seruku sambil menangis.
Sesaat kemudian …
“ADA APA INI?” teriak Avie-senpai dan Syatila-senpai kompak.
“Eh … Avie-chan, Tila-chan, sejak aku dan Ai-kouhai mengobrol ada Rurichiyo-kouhai menguping sambil memaksa untuk melihat kertas penyelidikan yang kupegang,” kata Anis-senpai.
“Terus?” kata Syatila-senpai terkejut.
“Lihat saja, Ai-kouhai menangis sampai lari ke kamar mandi perempuan. Dia tak mau Daiichirou-kouhai dan teman-teman menyakitinya terus,” jawab Anis-senpai.
“Kita harus mendatanginya!” seru Avie-senpai, “Lalu kita laporkan ke Fujimura-sensei!”
“Baiklah, kasihan Kouhai!” kata Arini-senpai.
Kemudian, mereka berenam langsung ke toilet dan tiba-tiba Avie-senpai ingin buang air kecil. Setelah itu, dia bersama teman-temannya langsung berbicara denganku. Anis-senpai mencatat keadaan korban dalam kasus yang menimpa grup persahabatan populer di sekolah kami, JKT*0075*. Setahuku, mereka sangat manja dan egois. Mereka iri hati dengan kebaikan *0075*. Setelah itu, mereka melaporkan kejadian ini kepada Fujimura-sensei. Anis-senpai segera mencatat isi laporan kasus dengan kegiatan penyelesaiannya. Lembaran tersebut dikumpulkan paling lambat hari Jum’at tanggal 30 November sampai 5 Desember nanti.